Penerbit/Tahun : AKAR
Soeprijadi Tomodihardjo merupakan pengarang
eksil Indonesia yang cukup menarik. Ia yang sampai hari ini menetap di Paran,
Jerman, bukan hanya pengarang yang produktif, baik sebelum maupun sesudah
eksil, tetapi juga karya-karyanya memperlihatkan semacam perkembangan:
meluasnya cakrawala si pengarang sehingga ia mampu menghasilkan karya-karya
yang bervariasi. Karya-karyanya tidak melulu bisa dikategorikan sebagai “kendaraan
ideologis” belaka—hal yang sangat jamak bagi pengarang Kiri semasanya, tetapi
telah menjelma karya sastra itu sendiri, sastra sebagai pertaruhan pertama dan
terakhir seorang pengarang. Itulah yang ia buktikan dalam buku ini.
Cucuku Tukang
Perang berisi 14 cerpen dalam dua bagian. Bagian pertama memuat
kisah-kisah yang mengambil latar luar negeri. Bagian kedua memuat cerita-cerita
yang berlatar Indonesia sebagai tanah asal si eksil. Pembagian ini sebenarnya
bukan harga mati. Sebab di antara keduanya ada semacam jembatan dengan dua arah
jalan. Yaitu adanya cerpen yang melukiskan eksil gelombang kedua dan kembalinya
si eksil ke Indonesia. Dengan begitu, sebenarnya, cerpen-cerpen Soeprijadi
bergerak bolak-balik antara tempat tinggal hari ini dengan kampung halaman,
antara dunia pertama dan dunia ketiga, antara kenyataan hari ini dengan
kenangan masa silam, antara rasionalisme dan takhayul.
Peran adalah titimangsa, ekspresi sendu yang
harus ditelan dengan senyum rindu pada tanah airnya. Soeprijadi Tomodihardjo,
berbeda dengan seniman-seniman eksil lain, selalu tersenyum menyikapi nasibnya
sebagai sastrawan yang terbuang. Bukan berarti karya-karyanya tak perlu dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar