Senin, 21 Oktober 2013

Api Bawah Tanah: Raudal Tanjung Banua



Judul: Api Bawah Tanah
Penulis: Raudal Tanjung Banua
Penerbit: Akar Indonesia – Yogyakarta
Tahun: Oktober, 2013
Kategori: Puisi
Harga: 40.000

Setelah berusaha cukup lama menApi Bawah Tanah dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama merupakan puisi-puisi lepas yang saya tulis dalam berbagai peristiwa dan kesempatan sepanjang tahun 1999-2007. Meski temannya beragam, namun secara umum menurut hemat saya merupakan adukan yang personal dan yang sosial, atau sebaliknya. Ada pun bagian kedua merupakan sejumlah puisi naratif yang relatif panjang, meski ditulis dalam rentang waktu agak berjauhan (1999-2005) namun memiliki benang merah tematik dan gaya ungkap yang cukup dekat. Sedangkan bagian ketiga merupakan puisi yang saya tulis dua atau tiga tahun berselang (2008-2011), terutama dalam sejumlah lawatan atau perjalanan yang saya lakukan ke berbagai tempat.
cari format yang pas, akhirnya

Meskipun ketiga bagian tersebut ditetapkan, namun persepsi saya yang menyertainya bukan sesuatu yang mutlak untuk dimasuki atau diikuti oleh pembaca. Interpretasi jelas akan memberi landasan atau acuan yang akan memperkaya komunikasi. Akan tetapi, sebagai bagian dari dunia, saya juga percaya bahwa puisi punya batas-batas teritorialnya yang fana. Oleh karena itu, kiranya, interpretasi memiliki batasnya sendiri pula, yang terkatakan atau tidak terkatakan, diakui atau tidak diakui. Liminitas di sini tidak berarti membatasi kuasa tafsir, melainkan menempatkan perangkat dan potensi tafsir pada posisinya yang tepat.

… puisi, menurut saya, idealnya perlu memiliki rujukan yang jelas (pada akhirnya visi yang jelas) sehingga kuasa tafsir juga mesti bekerja dengan jelas. Ini prinsip… yang saya yakini sehubungan dengan kehadiran dan pemaknaan puisi.

Puisi, menurut hemat saya, mesti membangun dirinya di atas berbagai tradisi yang menghidupi dan dihidupinya. Dan ini adalah prinsip saya … sehubungan dengan muatan misi puisi.

—Raudal Tanjung Banua, peraih penghargaan Sih Award 2005 dari Jurnal Puisi (untuk puisi “Pengakuan Si Malin Kundang”), Anugrah Sastra Horison 2005 (untuk cerpen Cerobong Tua Terus Mendera), 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2005 (untuk buku Gugusan Mata Ibu-kategori puisi dan buku Parang Tak Berulu-kategori prosa) serta MASTERA 2007 (untuk buku Gugusan Mata Ibu) di Kualalumpur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar