Penulis :
Hary B Kori’un, ed.
Penerbit/Tahun :
Yayasan Sagang
Halaman :
-
Kategori :
Esai
Harga :
40.000
Bahasa
adalah rumah, tanah air para penyair. Di sinilah dia lahir dan
dibesarkan. Di sinilah dia tumbuh dan berkembang. Dari sinilah
kemudian dia mengembara untuk memberi makna kehidupannya, sebelum
pada akhirnya pulang kembali ke rumah keabadiannya. Bahasa adalah
jati diri penyair. Karenanya, penyair yang kehilangan bahasanya, akan
kehilangan segalanya. Kehilangan jati diri. “Yang tak berumah
takkan menegakkan tiang,” begitu kata salah satu bait puisi penyair
Rainer Maria Rielke “Di Batu Penghabisan ke Huesca” yang
diterjemahkan Goenawan Mohammad, salah satu penyair besar Indonesia.
Karena
itu pula, salah satu tugas penting seorang penyair adalah memelihara,
memperkaya, dan mempertahankan bahasanya. Karena itu adalah
perjuangan menegakkan jati dirinya. Apalagi, sekarang ini pada
kenyataannya, bahasa adalah salah satu benteng terakhir nasionalisme
yang masih bisa bertahan di tengah gempuran globalisasi dan kemajuan
tekhnologi informasi. Fungsi, peran, dan posisi bahasa yang demikian
ini, sejak dahulu sudah dilakukan boleh bahasa Melayu, baik sebagai
bahasa ibu, maupun sebagai bahasa yang menjadi teras bahasa nasional
Indonesia. Dan tetap kukuh sampai saat ini, sebagaimana kukuhnya jati
diri para penyair Melayu. –Rida K Liamsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar